Bapak Prabowo yang Perkasa Seperti Macan,
Waktu kecil saya pernah ditanya, apa cita-citamu kalau sudah besar?
Jawaban yang populer di masa itu adalah jadi dokter. Tapi saya tak kuat melihat darah. Karenanya lantang saya bilang, ingin jadi presiden. Presiden itu hebat. Dikagumi orang, disanjung rakyat, disegani dunia. Saya percaya, jutaan anak Indonesia pernah merasakan punya cita-cita yang sama. Bapak adalah seseorang yang amat beruntung, karena Bapak sudah sedekat ini dengan kursi presiden.
Tadi malam, saya menyimak wawancara Bapak dengan sebuah stasiun televisi internasional. Saya mengira akan mendapati argumen yang diperkuat fakta dan bukti nyata. Sesuatu yang bisa membuat saya, dan jutaan rakyat yang memilih saingan Bapak, berpikir dua kali dan menjadi simpati (karena, percayalah, jika Bapak dilantik jadi presiden, Bapak akan tetap membutuhkan dukungan rakyat). Namun yang saya temukan bukanlah ketegasan dan kekuatan seorang calon pemimpin yang siap melayani, melainkan kemarahan dan kepahitan seorang calon penguasa yang gagal naik tahta.
Saya tercengang. Segusar itukah Bapak?
Barangkali anggapan Bapak benar. Barangkali tudingan itu bukan bualan. Mungkin kami semua sedang dibohongi oleh seorang tukang mebel yang pura-pura rendah hati. Namun, menyimak perkataan Bapak, yang saya dapati hanya amarah yang membuat jengah. Analogi ini mungkin berlebih, tapi saya seperti sedang menyaksikan bocah yang meronta di toko mainan karena tidak dibelikan robot-robotan.
Bapak, saya tak ingin punya pemimpin yang begitu dikuasai ambisi dan amarah, karena saya tak mau hidup dalam ketakutan. Pemimpin yang menghalalkan segala cara untuk meraih keinginannya akan melahirkan prajurit-prajurit yang tak kenal belas kasihan, dan bukan itu yang kami perlukan. Lebih dari tiga abad kami dijajah. Lebih dari tiga puluh tahun kami hidup dalam gentar. Cukup sudah kami didera.
Indonesia dari dulu dikenal sebagai bangsa yang ramah. Mungkin kami dianggap bodoh, seperti yang Bapak katakan. Namun adakalanya menjadi ramah dan bijak lebih baik ketimbang pintar dan perkasa. Mungkin kami bukan macan yang jago mengoyak mangsa, namun kami tak memerlukan taring karena kami bukan bangsa pemburu. Barangkali kami disebut pemalas, seperti ucapan Bapak dalam wawancara, namun dalam ‘kemalasan’ kami masih sempat bertegur sapa dan saling merangkul sesama saudara. Karena, Bapak, itulah Indonesia yang kami tahu. Indonesia yang diceritakan dalam buku Pendidikan Moral Pancasila.
Bapak Prabowo yang Tangguh Seperti Macan,
Beberapa hari lalu dalam wawancara di Metro TV, Jokowi memakai sepatu seharga dua ratus ribu. Istri yang membelikan, katanya sambil tertawa. Mungkin itu semua cuma pura-pura. Barangkali kesederhanaan itu tak lebih dari permainan. Namun tahukah Bapak, berapa banyak hati yang dibesarkan oleh sepasang sepatu dua ratus ribu di kaki seorang calon presiden? Berapa banyak semangat dan harapan yang bangkit saat seorang calon presiden berjanji ia takkan punya kepentingan, selain mengabdi kepada rakyat? Berapa banyak anak tuna netra yang punya keberanian untuk terus bermimpi setelah kawan mereka dihampiri dan ditepuk pundaknya oleh calon presiden? Berapa banyak senyum yang terkembang saat seorang calon presiden tanpa segan berpose ‘selfie’ di televisi nasional? Ratusan tahun kami dijajah, akhirnya kami punya figur yang mendekati ayah—meski ia lebih suka dipanggil kakak. Dan pernahkah Bapak berpikir, berapa banyak kekecewaan yang sirna dan maaf yang diberikan, saat dengan senyum ia berkata, “Pak Prabowo dan Pak Hatta adalah patriot dan negarawan. Saya percaya mereka akan melakukan yang terbaik untuk negara ini.”?
Bapak, kami sungguh tak ingin membenci. Kami hanya ingin seorang pemimpin yang bisa kami cintai dan hormati, seseorang untuk dipercayai, yang tak menimbulkan ngeri. Beliau sudah ada di sini. Tolong beri ia kesempatan. Biarkan ia menjalankan tugas sebagai abdi rakyat. Dan sementara ia bekerja, barangkali Bapak bisa duduk beristirahat, meluruskan kaki yang sudah penat.
Salam,
Saya yang tak Ingin Jadi Macan
Sangat setuju dengan postingan ini 🙂
Cici jenny, entaah knapa aku nangis baca tulisan ini.
Aku setuju ci, kita gak mau jadi bangsa yg di takuti, kita mau jd bangsa yg di hormati bangsa lain.. Bisa jadi, kataa sanjungan pak jokowi di metrotv adalah akting seperti Seperti dugaan pak prabowo. Tapi andai saja kita yg harus beracting seperti itu blm tentu saya bisa. Harus dengan kebesaran hati u/ memuji lawana kita, apa lagi setelah begitu banyak fitnah yg menghantam. U/ memuji pak prabowo dan pak hatta, biarpun acting, itu di butuhkan kebesaran hati.Semga tulisan dari ci jenny bisa menggerakkan hati2 yang selama ini keras.. Thx ci…
Kenapa pendukung Jokowi lebay banget sih? Tunggu aja sih pengumumannya tanggal 22, yg jadi presiden berarti yg terbaik yg Allah pilihkan utk Indonesia. Siapa kamu nyaran2in Prabowo utk ga jadi presiden?
salam 2 jari
Sangat menyukai tulisan ini….
Ini bagus banget. Sampe nangis.