13

Tigabelas bulan sudah
Dan saya masih bermimpi tentang kamu

Saya masih mendengarkan apa yang kamu katakan
Saya masih melakukan apa yang kamu pinta
Saya masih mengiyakan setiap ucapmu
Dan hati ini masih punyamu

Kamu tahu,
Berapa lama saya bertanya kapan mimpi ini berakhir
Dan tidur saya akan benar-benar nyenyak?

Kamu tahu,
Betapa ingin saya menjalani operasi bedah otak
Hanya untuk menghapus segala kenangan tentangmu?

Tigabelas bulan sudah
Dan saya masih bermimpi tentang kamu

Mungkin kamu memang bukan untuk dilupakan
Mungkin kamu memang bukan untuk dihapuskan
Mungkin kamu memang bukan untuk ditiadakan
Mungkin memang jatahmu untuk terus ada di sini

Kamu tahu,
Saya telah belajar berdamai
Dan kamu boleh selamanya ada di hati

Kamu tahu,
Saya telah berhenti bergumul
Dan kamu boleh terus menyelinap ke mimpi-mimpi saya

:

Tigabelas duapuluhtiga tigapuluhtiga
Tinggallah selama kamu mau.

—–

13

Tigabelas bulan sudah
Dan saya masih bermimpi tentang kamu

Saya masih mendengarkan apa yang kamu katakan
Saya masih melakukan apa yang kamu pinta
Saya masih mengiyakan setiap ucapmu
Dan hati ini masih punyamu

Kamu tahu,
Berapa lama saya bertanya kapan mimpi ini berakhir
Dan tidur saya akan benar-benar nyenyak?

Kamu tahu,
Betapa ingin saya menjalani operasi bedah otak
Hanya untuk menghapus segala kenangan tentangmu?

Tigabelas bulan sudah
Dan saya masih bermimpi tentang kamu

Mungkin kamu memang bukan untuk dilupakan
Mungkin kamu memang bukan untuk dihapuskan
Mungkin kamu memang bukan untuk ditiadakan
Mungkin memang jatahmu untuk terus ada di sini

Kamu tahu,
Saya telah belajar berdamai
Dan kamu boleh selamanya ada di hati

Kamu tahu,
Saya telah berhenti bergumul
Dan kamu boleh terus menyelinap ke mimpi-mimpi saya

Tigabelas, duapuluhtiga, tigapuluhtiga…
Tinggallah selama kamu mau.

—–

Maaf, Sedang Jatuh Cinta

Matamu mata terindah
Senyummu senyum termanis
Parasmu paling rupawan
Dan aku cuma ingin kamu

Mereka bilang, orang yang sedang jatuh cinta itu menyebalkan
Karena dunia dianggap cuma milik berdua
Yang lain silakan menyingkir atau gigit jari
Karena kami takkan berhenti saling menggenggam, mencium, bercinta

Mereka bilang, orang yang sedang jatuh cinta itu menyebalkan
Diberitahunya seisi dunia segala bahagia dan gembira
Tak peduli orang lain mengernyit mual dan sebal
Karena cinta memang menutup mata terhadap semua

Aku jatuh cinta
Setiap hari, lagi dan lagi
Aku jatuh cinta
Dan tidak ingin berhenti

Mereka bilang, orang yang sedang jatuh cinta itu menyebalkan
Namun bagiku, tiada pemandangan lebih indah dari mereka yang mencinta
Meski gelap meski mendung meski kelabu
Dunia yang mencinta selalu punya matahari

Maaf, sekarang sayalah yang punya dunia ini
Maaf, saya sedang jatuh cinta
Setiap hari dan setengah mati
Kepada perempuan di cermin

Dan di sini, cahaya selalu ada.

~ September 2009. Because every day I fall in love with girl in the mirror ~

Gambar dipinjam dari gettyimages.com

—–

Cambuk

Dalam perjalanan, aku melihat seorang lelaki menyeret keluar sesosok makhluk dari dalam kandang. Keempat kakinya dirantai, sehingga pendek-pendek langkahnya. Makhluk itu besar dan tampak kuat, namun sekujur tubuhnya dipenuhi luka. Darah merembes dan mengering di bulu-bulunya, menciptakan duri-duri kecil yang lengket.

Aku tidak berani mendekat. Dia tampak menyedihkan. Luka-lukanya seperti tidak pernah diberi kesempatan untuk sembuh. Makhluk itu memandangku, menyadari kehadiranku. Aku mendapati diriku mundur selangkah dan mengambil ancang-ancang untuk lari. Namun ia hanya memandangiku sesaat, sebelum meraung keras.

Aku terkesiap. Belum lagi hilang kagetku, setitik darah jatuh di punggung tanganku. Lelaki itu baru saja menciptakan luka baru di tubuhnya. Cambuk itu kini bernoda darah.

Aku gemetar. Cambuk apa yang bisa melukai separah itu?

“Hentikan.” Susah payah aku bicara.

Lelaki itu bahkan tidak menoleh. “Dia harus dihukum. Dia telah gagal.”

Cambuk kembali mendarat dengan bunyi ‘plak’ keras. Bulu romaku bangkit ketika makhluk itu kembali meraung.

“Kau menyiksanya!” Aku memekik.

“Tidak,” lelaki itu menjawab tenang, “Aku melatihnya. Setiap cambukan mengajarinya sesuatu. Setiap cambukan membuatnya bertambah kuat. Setiap cambukan akan membuatnya berterima kasih padaku kelak.”

Ia pasti melihat kedua tanganku mengepal, karena ia memberiku isyarat untuk mendekat.
“Kemari dan lihatlah sendiri. Dia bertambah kuat.”

Aku menggerakkan kakiku yang gemetar. Menghampiri makhluk yang kini berdiri tidak bergerak. Mengamati darah yang menetes-netes dari luka barunya.

Si lelaki mengacungkan cambuknya, menunjuk garis merah tua di punggung makhluk itu. Bilur yang baru akan sembuh.

“Setiap luka menciptakan parut tebal yang melindungi dirinya dari serangan badai, cuaca dingin, sengatan matahari, dan cakar makhluk lain. Kau lihat, aku melakukan yang terbaik untuknya.”

“Kau gila.”

“Tidak,” lelaki itu tersenyum menatapku, “Aku tahu yang kulakukan. Mungkin kau harus belajar dariku, Anak Muda.”

Aku tidak mengindahkan kata-katanya. Kutelusuri bulu-bulu kasar makhluk itu dengan telapak tangan. Kusentuh darah lengket yang menyatukan bulu-bulunya, merasakan cairan hangat yang amis mengalir melalui jari-jariku.

Aku bergerak maju. Mendekati kepala makhluk itu. Ia bergeming. Hanya sepasang mata kuningnya menatapku lekat. Mata kami bertemu.

Aku terhenyak.

Aku menjerit.

Aku meraung.

Kesadaranku lumpuh. Tungkai kakiku kehilangan kemampuan menopang. Aku terbanting ke tanah. Debu beterbangan. Sakit yang hebat menderaku sampai ke sum-sum.

Aku mengerang.

Aku meronta.

Aku merintih.

Hewan itu bergeming.

Ia tidak melakukan apa pun. Hanya sepasang mata kuningnya menatapku lekat.

Ketika pandangan kami bertemu, ketika matanya menyambut mataku, aku tahu,

Akulah makhluk itu.

*****

Maafkan saya, Jenny, atas penderitaan yang saya timbulkan karena menuntutmu untuk

sempurna
cerdas
bijaksana
terstruktur
manis
berbakti
mendedikasikan hidup
tunduk
taat
patuh
normal
menjadi ‘baik-baik saja’
berpasangan di usia sekian
memiliki kondisi hidup tertentu
memiliki suasana hati tertentu
memiliki sekian rupiah
menyenangkan orang lain
bersimpati pada penderitaan orang
bersukacita atas kebahagiaan orang
bertahan pada satu titik spiritual
terus mengalami peningkatan
terus menulis
kreatif
eksis/dikenal
sehat
dicintai
diprioritaskan
diterima
dihargai
menjaga perasaan orang
setia pada norma sosial
jadi juara
meneladani orang lain
meredam emosi
bertindak hati-hati
meyakini sesuatu
setia
berperforma maksimal
bekerja keras
memiliki keluarga ‘normal’
menjadi sama dengan orang lain
meraih mimpi
menguasai konsep spiritual tertentu
berbuat baik
beramal
tersenyum
tertawa
berbasa-basi
merasa aman
percaya diri
teratur
bersih
rapi
mendapat pencerahan
merasa lega
merasa nyaman
berhemat
diperhatikan
diperlakukan istimewa
diberi
dipuji
diperlakukan baik
menolong
menyelamatkan
bertanggung jawab
berbuat sesuatu demi orang lain
tidak merepotkan orang lain
tidak mengatakan ‘tidak’
mencapai target
tidak melekat dengan apa pun
berwawasan luas
bersosialisasi
berdisiplin
bahagia
benar
dewasa
bersikap sopan
menjaga sikap
berlaku adil
berkorban
menyukai orang lain
melepas ekspektasi
menemukan jalan keluar
memecahkan masalah
sembuh
lebih banyak memberi
mencapai sesuatu
berhasil/sukses
kuat
tidak menangis
produktif
rajin
tekun
pantang menyerah
bebas konflik batin
bebas masalah
meringankan beban orang lain
menerima apa adanya
bertumbuh
mencari nafkah
memiliki status sosial tertentu
ikhlas
pasrah
menjadi anak yang dibanggakan
menjadi kakak teladan
menjadi teman yang baik
menjadi pekerja yang budiman
menjadi penulis yang menginspirasi
menemukan cinta
memiliki semangat
membalas budi
menjalani rutinitas
memprioritaskan orang lain
sependapat
stabil
bertenggang rasa
menepati janji
tidak berubah
konsisten
sembuh
waras
masuk akal

…dan banyak lagi.

Maaf atas segala luka yang saya timbulkan ketika saya mengharuskanmu menjadi seperti yang saya inginkan. Maafkan saya karena telah menderamu. Maafkan saya karena berpikir tahu yang terbaik bagimu, sedang kamu sudah begitu lama kesakitan.

Maafkan saya karena tidak menghapus airmatamu saat kamu mengaduh dan mengeluh. Maaf atas segala persyaratan yang saya tetapkan hanya untuk bisa menerimamu. Maaf karena telah mencintaimu dengan segudang harap dan pinta.

Beri saya kesempatan untuk mencintaimu lagi. Kali ini apa adanya.

Dengan penuh cinta,

Dirimu Sendiri

—–

Tak Pernah Kemana-mana

Dalam ilusi yang mereka sebut cinta
Kau kucari
Sebab kuyakin kau pasti

Dalam mimpi yang mereka sebut hidup
Kau kukejar
Sebab kutahu kau benar

Karena segenap diri percaya
Kau nyata untuk abadi
Ada untuk selalu.

Dalam ilusi yang mereka sebut cinta
Dan mimpi yang mereka sebut hidup
Aku menunggu untuk mengutuh

Hanya untuk menemukan
Sesungguhnya kau
Tak pernah kemana-mana

Aku hanya lupa
Pernah memilikimu
Di dalam sini.

Your task is not to seek for love, but merely to seek and find all the barriers within yourself that you have built against it.” (Rumi)

—–