Ayo Ikutaaan!


Kabar bahagia datang dari proyek keroyokan teman saya, blog Lajang dan Menikah dot kom*. Setelah sukses dengan lomba pertama -menciptakan tagline untuk blog yang sama- makhluk-makhluk kreatif ini mengadakan sayembara kedua, yaitu ‘Lomba Cipta Jawaban FAQ’.

(Bo, kenapa akyu merasa judul lombanya kayak kuis TVRI awal 90-an ya? Hihihi)

Silakan simak detail, syarat dan ketentuannya di sini. Tersedia hadiah menarik bagi 3 jawaban yang paling cespleng, dan SEMUA jawaban yang masuk akan dikompilasi menjadi sebuah e-book.

By the way, sekadar saran: nggak perlu memberi jawaban yang serius-serius amat, karena jawaban serius malah sering disalahartikan sebagai sinyal ngajak berantem, denial, atau yang lebih parah, desperate. Hidup ini sudah penuh penyangkalan dan rasa frustrasi, jangan ditambah lagi. ;-D

Kirim jawaban sebanyak-banyaknya, yaaa! Hadiahnya memang bukan mobil sedan seperti kuis-kuis di tipi, but it’s gonna be fun. Alasan kenapa saya menganjurkan hal ini adalah… yah, karena saya butuh jawaban-jawaban itu untuk dijadikan senjata pada Imlek tahun depan. Mwahahahaha!

*Sounds familiar? Sengaja. Gara-gara googling berita gosip kemarin**, saya baru ngeh kalau tidak sedikit media yang menjadikan kalimat itu default template untuk setiap artis yang baru menikah. ;-D*

**Coba ya, jangan langsung nuduh saya hobi gosip. Saya cuma googling berita gosip untuk kasus-kasus ekstra-spesial. Kasus apaan? Ada deeeh.**

‘Stila-Aria: Sahabat Laut’ vs. Mayer Complex

Jelang lebaran, saya sudah pasrah dengan kenyataan bahwa libur kali ini saya harus tinggal di rumah layaknya satpam, karena orang rumah punya acara sendiri-sendiri yang tidak bisa diganggu-gugat.

Saya nggak keberatan, sebetulnya. Malah senang, karena saya termasuk spesies yang demen ngendon di rumah. Mencari damai *tsah* dengan setumpuk DVD, novel, hot cocoa dan Chitato.

Tahun ini, selain memanjakan diri dengan hal-hal di atas, saya –yang sedang terobsesi menyelesaikan novel perdana- berniat menghabiskan waktu di depan komputer; menulis dan mengunduh riset sebanyak 100 halaman *sedap!* yang belum tersentuh kemarin-kemarin. Kenap nap harus pakai riset segala? Itulah hasil kesombongan penulis pemula yang dengan belagu menciptakan setting nan ribet.

;-D

Anyway, selain menulis, rencananya saya akan menghabiskan waktu dengan leyeh-leyeh sambil menonton ulang Desperate Housewives dan membaca novel terbaru Sitta Karina yang terbit awal bulan ini. Rencana itu tersusun dengan rapinya, dan saya bergirang hati saban membayangkan bahwa lebaran kali ini akan jadi liburan yang damai-tenteram-menyenangkan…

… sampai saya mampir ke blog Haqi, 2 hari menjelang lebaran, dan baru sadar kalau… novel itu belum kebeli.

Halah.

Padahal, waktu pengumuman tentang novel itu muncul di milis, saya sempat menelepon penerbitnya untuk memesan di muka. Saya suka memesan novel-novel terbitan Terrant Books secara langsung, karena selain dapat diskon 25%, buku dikirim ke rumah tanpa dikenakan biaya sedikit pun. Ngirit, bo. 🙂

Sayangnya, beberapa kali menghubungi Terrant Books, saya selalu mendapat jawaban yang sama: harga buku belum bisa dipastikan. Saya menelepon terlalu awal.

Ya wis, sebagai orang yang senantiasa menggampangkan perkara, saya pun berpikir, sutralah, nanti aja deh…

Sialnya, saya lupa bahwa selain sindrom penggampangan perkara, saya juga menderita Mayer Complex. Berpedoman pada rumusan Jeng May yang senantiasa tajam-akurat-terpercaya, mungkin saya bisa menyimpulkan Mayer Complex sebagai sebuah anomali psikologis yang ditandai dengan kerapnya si penderita mengalami distraksi fokus dan melakukan tindakan-tindakan impulsif yang berujung pada kedodolan tingkat tinggi dan degredasi memori akut.

*Do I sound smart?* ;-D

Jadi begini…

Pengumuman terbitnya novel sengaja tidak saya hapus dari e-mail, dengan tujuan mengingatkan saya agar segera memesan ke pihak yang berwenang. Setiap hari saya membuka e-mail. Setiap hari juga saya melihat e-mail dengan subjek yang sama. Dan saya tetap lupa.

Saya beberapa kali mengunjungi situs Sitta Karina. Cover novel yang bersangkutan terpampang jelas pada halaman muka, dan saya tetap nggak ngeh.

Parah?

Belum seberapa.

Puncak Mayer Complex ini adalah beberapa hari lalu, ketika saya membahas sesuatu dengan Mbak Sitta melalui SMS, di mana sepanjang proses jempol memencet keypad, mencari nama dalam phone book, memasukkan nomor, menekan ‘send’, menerima delivery report dan mendapat pesan balasan; saya sama sekali tidak ingat bahwa saya punya rencana luhur berkaitan erat dengan sang penerima pesan: membeli novelnya untuk pengisi liburan.

Gedubrak.

Yes, saya baru benar-benar ngeh waktu membaca reviewnya di blog Haqi.

Sejutatopanbadai.

Kalau pesan ke penerbit sekarang, novel baru akan saya terima -paling cepat- beberapa hari setelah lebaran. Sama juga bohong.

Maka, demi rencana yang sudah disusun jauh-jauh hari, saya pun melanggar komitmen suci atas nama ngirit.

Karena mobil dipakai adik saya ke Puncak, motor adalah alternatif satu-satunya untuk mencapai Gramedia terdekat di Puri Indah. Setelah menuntaskan beberapa daily chores, jam 11 saya sudah siap tempur untuk mendapatkan ‘Stila-Aria’ (yup, judul novelnya). Sebelum berangkat, dengan pintar saya menelepon Gramedia, memastikan novel itu ada di sana. Well, you know… just in case.

Saya mengganti kostum rumah dengan jins dan kaus, menyambar kunci, dan baru sadar…

…helm satu-satunya ketinggalan di kantor.

Aaaarrrghhhhh.

Dengan menyalahkan Mayer Complex, saya pun memutuskan untuk nekat pergi. Di lampu merah perempatan, hal pertama yang saya lakukan adalah clangak-clinguk memastikan tidak ada polisi. Betapa leganya ketika melihat 2 orang ibu dan 1 Mas-mas yang juga tidak pakai helm. At least, sesial-sialnya (baca: kalau sampai ketangkep), penderitaan yang ditanggung bersama akan terasa jauh lebih ringan.

Sebagai warga negara yang baik dan taat hukum (walau masih menganut prinsip bahwa menghindari polisi adalah alasan dominan untuk penggunaan helm *wink*), akhirnya saya berhenti di toko pinggir jalan untuk membeli helm a la tukang bangunan seharga 12 ribu rupiah. Jiwa tenteram, hati sejahtera.

Semua kedodolan berakhir ketika saya sampai di rumah 2 jam kemudian, dengan Stila-Aria di tangan.

Pfiuuuuuh… 🙂

Now, the review.

Walau saya merasa Stila-Aria tidak se’nampol’ Lukisan Hujan dan Pesan Dari Bintang, saya sangat menikmati novel terbaru dari Sitta Karina ini. Novel ini penuh dengan pesan moral yang diselipkan di mana-mana tanpa berkesan menggurui -yang sangat khas Sitta Karina- dan dialog-dialognya sukses membuat saya kangen pada kejayaan masa sekolah. Stila-Aria disajikan secara lugas dan cerdas, dengan taburan informasi yang memperluas wawasan. *sedap gak bahasanya?* Novel remaja ini sukses membuat saya yang sudah tidak remaja berkali-kali senyum-senyum edan, tertawa, terharu, surprised… plus tergoda untuk mencoba neenlit lagi. (halah, novel satu aja nggak kelar-kelar mau ganti haluan.)

Four thumbs up for Sitta Karina! ;-D

*Tuh, Dol, gue masih pake ‘remaja’! Gyahahahahah.

Karena Hidup Memang GOKIL

“Banyak orang yang nggak sadar kejadian-kejadian lucu bisa didapat dari hidup sehari-hari, bahkan yang tragis dan memalukan. Contohnya di dalam buku ini, terdapat 20 Cerita Gokil yang semuanya membuat sesuatu yang sebenernya simpel-simpel saja menjadi hal yang pantas untuk ditertawakan. Duapuluh cerita ini, dengan angle penceritaan yang berbeda-beda, menggeser persepsi, mencari celah, dengan lihai memainkan kata-kata yang pada akhirnya berujung pada satu tawa panjang pembaca.

Summing up, silakan bilang tengkiu yang sebesar-besarnya terhadap tertawa, karena tertawa bisa ngebuat kebodohan kita sehari-hari dan printilan nggak penting jadi tampak begitu menyenangkan.
Read on and laugh on.”
(Raditya Dika, penulis bestseller Kambing Jantan)

Saya, tanpa bermaksud menyalahkan alter ego, pada kenyataannya memang tidak sebijaksana yang tampak dalam entri-entri di blog ini (itu juga dengan catatan kalau ada yang nganggep bijaksana. Kalau nggak, ya maab, jangan disambit ;-)).

Saya, pada kehidupan nyata, sering sekali melakukan hal-hal konyol di luar batas kesadaran yang tidak jarang menimbulkan efek samping seperti yang tertulis di sini.

Saya, tidak malu mengakui bahwa saya clumsy. Ceroboh. Panikan. Impulsif. Dodol. Sedikit sarap.

Beberapa bulan lalu, seorang sahabat* yang sudah kenyang dengan kecacatan saya mengirim e-mail berisi pemberitahuan tentang Sayembara Cerita Gokil yang diadakan sebuah penerbit. 20 cerita yang terpilih akan dibukukan.

Tanpa pikir panjang, saya mengetik sebuah cerita -kisah nyata yang juga melibatkan sahabat* yang sama dan ditulis dengan hiperbola, tentunya- kemudian mengirimkannya ke si penerbit. Tanpa diedit, tanpa dipikir.

Beberapa minggu kemudian, to my surprise, saya mendapat telepon. Saya sudah lupa sama sekali tentang draft Cerita Gokil yang saya kirim, sehingga dialog yang terjadi antara saya dan pihak penerbit adalah:

“Dengan Mbak Jenny?”
“Betul, siapa ini?”
“Saya dari Mediakita. Selamat, cerita yang Mbak Jenny kirimkan ke Sayembara terpilih, dan akan kami bukukan.”
“…..”
“Sekali lagi, selamat. Dan cerita itu nantinya ak… …hallo? Mbak Jenny…?”
“Mmm… maaf Pak… tapi CERITA YANG MANA YA?”

Hehehe. Sumpah lupa, bow!

;-D

Anyway, busway

Hidup memang penuh dengan hal-hal tak terduga. Bagi saya, hidup juga penuh dengan hal-hal kecil yang bisa membuat kita tertawa setiap hari. Sebagian mungkin menyebalkan. Sebagian lagi menjengkelkan. Yang lain mungkin bikin malu tujuh turunan. Apapun itu, saya percaya hidup selalu terdiri dari rangkaian kisah yang tidak akan habis direncah maknanya. Untuk dipelajari. Untuk dikenang. Untuk dihargai. Untuk ditertawakan.

So, quoting Raditya Dika, READ ON. Laugh on.

Dan jangan pernah berhenti untuk ‘belajar’ tertawa. Karena hidup itu GOKIL, Jendral. 😉

*Tengkyuuu ya, Djeung! 😉

Kala Membaca ;-D

Bandung, Mei 2007.

+ “Lu baca deh…”
– “Apaan?”
+ ”Novel gua.”
– “Mana, mana?” (semangat)
+ ”Nih. Kasih komen ya.”
– “SIP!”

*membaca*

+ ”Kenapa lu?!”
– “He? Apa?” (males nengok – masih konsen)
+ ”Senyum-senyum gitu…”
– “Oh… yang ini nih…” (ga jelas)
+ ”Emang lucu ya?”
– “He eh.”

*meneruskan baca*

+ “Bo, elu ‘napa sih??!”
– “Apanya?” (merasa keganggu)
+ “ITU! Cengar-cengir sendiri!”
– “Inih LUCU!”
+ “Yang mana siiih?”
– “Ini. Sama ini juga.” (nunjuk asal)
+ “Ah, lucu di mananya?!”
– “Ya pokoknya lucu!”

*…….*

+ “ELU SEREM IH!”
– “Ih emang ga boleh ketawa?!”
+ “Lha tapi elu ketawanya ga jelas gituh dari tadi!”
– “Ih biarin. Orang lucu.”
+ “…..”
– “HUAHAHAHAHAHAHH!!!”
+ “GILA.”

*membaca sampai SELESAI*

+ ”Dah kelar?”
– “Udah.”
+ ”Makan yuk. Gua LAPER.”
– “Ayuk.”
+ ”Makan di mana?”
– “Mana aja jadi lah. Eh, ‘ni laptop mo dibawa?”
+ ”Ga, males. Tinggal aja.”

Begitulah, Saudara-saudara…

Hasil percakapan gak penting gak jelas ini sekarang bisa dilihat di sini.

:-))

Apa…?

Pembahasan komen??

Gak ada. Yang ada cuma dua perempuan sarap yang buru-buru keluar rumah untuk merampok warteg terdekat, berhubung malam semakin pekat.

Gyahahahahahahahahah! ;-D

CONGRATS, Jeng!

Akhirnya…


Hari ini saya dapat kejutan. Waktu sedang asyik menikmati brunch (yaelaa… gaya bener. Bilang aja sarapan sekaligus makan siang, gara-gara ketelatan bangun), saya terusik oleh deru mesin motor dan seruan “Bu… Ibu…” dari pintu depan. Awalnya saya cuek, karena mengira itu suara tamu tetangga. Ketika seruan itu tak kunjung berhenti, saya memutuskan untuk meninggalkan lontong sayur dan membuka pintu. Ternyata bukan tamu tetangga, melainkan Pak Pos – mengantar paket untuk saya.

Saya bisa menebak apa isinya. Dengan tidak sabar saya merobek amplop cokelat besar itu, lupa pada lontong sayur yang masih separuh. Paket itu berisi majalah yang memuat edisi pertama cerita bersambung karangan saya, Kerlip Bintang Shiloh.

Brunch terlupakan. Perhatian saya terfokus sepenuhnya pada judul yang tercetak besar-besar di halaman kuning cerah. Tulisan saya akhirnya dipublikasikan. Setelah menunggu sekian tahun, inilah kedua kalinya saya berbahagia mencium harum majalah baru, mengetahui bahwa dalam lembaran-lembaran halusnya terdapat buah karya saya (yang pertama kali dimuat dalam majalah Cerita Kita, Juni 2006).

Thank you, dear Savior. Thanks a lot. This is for You.
Terima kasih, GFresh.

Untuk pembaca blog tercinta, percayalah, kerja keras dan ketekunan selalu ada hasilnya.