Saya tak mengenalnya. Tapi entah kenapa saya yakin sekali ia orang yang baik. Dalam arti sebenar-benarnya.

Saya tak mengenalnya. Tapi ada sejumput ngilu yang tebersit ketika mendengar kepergiannya.

Saya tak mengenalnya. Saya tak tahu untuk siapa harus berduka, dan mengapa. Namun itu tak penting.

Selamat jalan, Ruri.

Sahabat Hati

Apa pendapatmu tentang orang-orang yang tak pernah kau jumpai samasekali, namun begitu matamu bertemu dengan paras mereka, jiwamu melonjak dan kau tahu entah di kehidupan mana, kalian pernah bersua dan hati kalian menyatu?

Apa pendapatmu tentang orang-orang yang dengannya engkau menjadi hangat, dan saat mendengar tawa dan suara mereka, engkau menemukan jalan pulang ke rumah?

Apa pendapatmu tentang mereka yang mampu membuatmu merasa nyaman, bukan oleh indahnya kata-kata maupun eloknya tingkah laku, melainkan tindakan sesederhana bertatap dalam hening dan bercakap ringan tanpa isi, namun jiwamu beriak menyambut gelombang yang ditangkap indera dengarmu?

Apa pendapatmu tentang mereka, yang entah dengan cara bagaimana, telah menciptakan percikan di hatimu sejak pertama bertemu, walau engkau berjumpa mereka dalam kondisi terburuk dimana jiwamu nyaris patah dan yang tersisa dari tampak luarmu hanya sebentuk kekacauan?

Apa pendapatmu tentang semua hal yang disebut jalinan jiwa, reaksi kimiawi, dan hati yang melebur harmonis, yang kau dapati ketika pandangan kalian bersua?

Apa pendapatmu tentang mereka yang sanggup merebut hatimu tanpa perlu berupaya, karena jiwa kalian telah mendahului menjemput dan memagut?

Apa pendapatmu tentang mereka yang kau tatap matanya, kau dengar suaranya, kau cermati lakunya, kau simak gelaknya, dan seketika menumbuhkan cinta di hatimu?

Apa pendapatmu tentang mereka yang selalu berhasil menabur sejuk di jiwamu, bahkan ketika engkau kerontang dan meranggas?

Apa pendapatmu tentang mereka yang dapat selalu kau percayai, bahkan ketika kau mengungkap rahasia-rahasia tergelap yang tak pernah berani kau bagi kepada dunia?

Apa pendapatmu tentang mereka yang tak ragu mengembangkan tangan untuk menyambutmu dalam pelukan tanpa banyak bertanya, karena mereka tak memerlukan penjelasan untuk bisa memahamimu?

Apa pendapatmu tentang mereka yang kau tahu akan selalu menyimpan cinta bagimu, dan tak pernah alpa menyediakan sebuah ruangan di hati khusus untukmu?

Apa pendapatmu tentang mereka yang tak membutuhkan kalimat-kalimat curhat untuk bisa memahami dan menerimamu tanpa syarat serta senantiasa siap mendukungmu, apapun jalan yang kau pilih?

Apa pendapatmu tentang mereka yang kehadirannya sanggup memunculkan permata dalam dirimu? Mereka cukup ada, tanpa banyak usaha, dan kau terpukau mendapati jiwamu mampu memancarkan cahaya lebih dari yang kau tahu.

Apa pendapatmu tentang mereka yang selalu membuatmu tersenyum damai tatkala mengingat wajah atau sekadar mendengar nama mereka disebut?

Mungkin… sahabat hati.

🙂

*Dipersembahkan untuk sahabat-sahabat tersayang, pelita yang selalu menerangi lubuk terdalam jiwa. Terima kasih telah menjadi mutiara pembingkai hati. Kalian tahu, kalian akan abadi. Dalam jiwa saya.

Kamar Hati

Hei, kamu. Iya, kamu.

Kamar ini untukmu, semoga kamu suka.

Ini kuncinya. Simpan baik-baik, ya.

Kamu boleh datang kapan saja. Tak perlu mengetuk, tak perlu pakai izin. Kamu tinggal memutar kenopnya, lalu masuk.

Belum sempat mandi? Jangan khawatir, aku pinjamkan handuk dan pakaian bersih. Lembut dan nyaman seperti piyama tua kesayangan.

Lapar? Jangan takut, kuambilkan nasi dan lauk kesukaanmu. Plus secangkir kopi susu. Racikan sendiri, dijamin lezat.

Tak enak badan? Air putih hangat dan obat selalu tersedia. Ada vitamin dan madu kalau mau. Kamu pasti enakan setelah meminumnya.

Lelah? Ingin tidur? Seprainya baru saja dicuci, harum wangi. Selimutnya hangat, tidurmu pasti nyenyak. Dan kamu akan bangun dengan tubuh segar.

Lalu, kita bisa ngobrol. Ceritakan apa saja sesuka hati. Bercengkerama sepuasnya. Lupakan waktu, karena waktu tak ada artinya lagi di sini.

Kamu boleh bilang apa pun yang kamu mau. Pundakku senantiasa ada. Lenganku tak pernah terkunci. Telingaku selalu sedia dipinjam.

Bebanmu tak perlu tinggal lama. Air matamu takkan membuatku pergi, karena aku di sini untukmu. Takkan beranjak kecuali jika kamu menginginkan.

Maka, istirahatlah. Banyak-banyak. Tak perlu lekas bangun. Nikmati hadiah ini, detik ini. Karena kemarin sudah lenyap dan esok belum datang, dan saat ini cuma hadir sekali.

Selalu ada “Selamat Datang” untukmu. Di sini, di ruangan ini.

Kamar ini milikmu. Kamu boleh datang kapan saja.

Pintunya tak pernah terkunci, dan aku tak punya serepnya. 🙂

*Hadiah kecil untuk Ayah dan adik tersayang, entitas mungil yang selalu memanggil jiwa saya untuk pulang ke rumah. Saya persembahkan kamar hati ini untuk kalian. Selalu. Selamanya.

**Inspired byBack to Heaven’s Light’ karya Dewi ‘Dee’ Lestari. Tak pernah membosankan untuk didengar berulang-ulang. 🙂

Gambar dipinjam dari Gettyimages.com.

Lelah

Hai, kamu yang di sana.

Iya, ini untuk kamu.

Maaf karena harus seperti ini. Saya sudah kehabisan energi dan upaya untuk mengomunikasikan ini denganmu. Jadi, jangan salahkan kalau saya menggunakan cara ini demi ‘berbicara’ kepadamu. Saya tak peduli, bahkan jika kamu tak pernah membaca tulisan ini – yang penting saya sudah menyampaikannya, meski ini jalan terakhir yang ingin saya tempuh.

Kenapa saya memilih cara ini? Karena saya masih ingin hidup waras. Saya belum ingin kehilangan akal sehat, alias jadi gila.

Maafkan saya.

Saya lelah. Hidup dalam pengharapanmu, hidup dalam mimpi-mimpimu. Setelah sekian lama, baru saya sadar, saya memiliki impian saya sendiri. Yang ingin saya kejar. Yang ingin saya raih. Saya sudah terlampau penat hidup dalam ekspektasi dan impian orang lain, meski orang itu kamu – yang sangat saya sayangi, dan pernah sangat saya puja.

Sama seperti kamu, saya juga memiliki impian yang ingin saya capai. Saya ingin menjalani kehidupan yang penuh gelora, dan saya rela terbakar di dalamnya. Saya tak lagi peduli apakah saya akan aman di luar sana, apakah saya akan bahagia, apakah saya akan berhasil, atau jatuh terpuruk – seperti argumenmu selama ini. Saya hanya ingin hidup, dan saya akan menjalani keputusan ini lengkap dengan segala resiko dan konsekuensinya.

Mimpi-mimpi ini harus tumbuh. Terlalu lama saya menyimpannya sendiri. Terlalu lama saya membiarkannya tertimbun, terabaikan. Mimpi-mimpi ini layak dibiarkan bertunas, secara alamiah, sebagaimana mestinya. Dan sebagaimana kehidupan terus bergulir, hati ini harus terus mengalir, karena ia cair. Ia tak dapat dibekap dalam sebuah wadah sempit. Kecuali kamu ingin saya mati perlahan-lahan di dalamnya. Dan percayalah, saya masih ingin hidup.

Saya tak meminta banyak. Tolong biarkan saya ‘hidup’. Hanya itu.

Hidup seutuhnya. Terbang bebas bagaikan burung, meski saya tak punya sayap. Saya percaya, saya mampu melayang tinggi tanpa sayap.

Tolong biarkan saya menjadi diri sendiri. Jika menerima saya apa adanya terlalu sukar bagimu, maka saya tak meminta untuk diterima. Lepaskan saya. Biarkan saya terbang. Karena saya bukan milikmu. Saya bukan milik siapapun.

Jangan cegah saya dengan cara apapun, dengan dalil apapun, dengan alasan apapun. Biarkan saya menemukan keutuhan diri saya yang sejati. Biarkan saya bersua dengan separuh jiwa saya yang telah lama terkungkung.

Tolong biarkan saya hidup.

Itu saja.

Salam penuh cinta,

– JJ –

Janggal

Ada sesuatu yang janggal saat aku melihatmu malam ini. Bukan sesuatu yang tak menyenangkan, hanya sedikit janggal yang memercikkan berbagai rasa di hatiku.

Janggal itu singgah ketika aku melihat ke dalam matamu dan menemukan nyaman di sana, padahal kita baru dua kali bertemu. Dan pertemuan pertama kita, dimana aku menjumpaimu dengan wajah kusut, bau matahari dan rambut berminyak adalah sesuatu yang tak bisa kubanggakan.

Janggal itu muncul ketika aku mendengarmu bicara dan menemukan kehangatan yang telah lama kucari. Hangat yang kurindukan walau aku tak pernah kehilangan selimut rajut merah muda yang selalu menemaniku tiap malam. Mungkin bukan tubuhku yang mendamba hangat itu. Mungkin jiwaku.

Janggal itu terasa ketika mendengarmu tertawa dan menyimak perkataanmu, seolah aku bisa ikut menyelami setiap kata yang kau ucapkan dan menghayati setiap gelak yang meluncur dari mulutmu. Barangkali di situlah aku menyadari, telah lama aku membutuhkannya.

Janggal itu hadir ketika aku mendapati diriku bisa ikut tergelak bersamamu. Melontarkan apa yang tak mampu terverbalkan kepada orang lain, terbahak geli tanpa beban, mencabut sumbat-sumbat hati yang telah lama menyumpal jiwa.

Malam ini, jiwaku bersuara lagi ketika mendengar kata-katamu.

Malam ini, jiwaku tersenyum menyibak tawamu yang bening.

Malam ini, jiwaku menyambut separuh diriku, ketika kita bersua sekaligus berjalan sendiri-sendiri dalam hening.

Malam ini, kutemukan lagi secercah nyaman dan hangat yang didamba hati dan ragaku, ketika kusadar aku tak perlu menjadi orang lain untuk bisa bersamamu.

Terima kasih.

*Hei, kalian. Iya, kalian berdua, thanks for being an inspiration. 😉