Perempuan

Malam ini kubaca sebuah buku. Dalam guratannya si pujangga bercerita tentang perempuan.

Bait-bait itu melarutkanku, dan aku tergugu.

Lupa aku rasanya jadi perempuan. Kendati kupunya segala sesuatu yang wajib ada untuk dinobatkan sebagai perempuan.

Si pujangga bilang, jiwa dan rahasia semesta ada di pelukan perempuan. Aku terpukau. Silau. Betulkah? Dunia yang kutahu mengajar bahwa perempuan justru sering jadi korban. Lemah tanpa daya karena kebanyakan mengandalkan hati dan mengabaikan nalar. Dunia yang kutahu berkata bahwa perempuan harus belajar menjadi kuat dan cerdas agar bisa bertahan hidup.

“Namanya juga perempuan.” Entah berapa kali kudengar itu sepanjang hayat dikandung badan. Kalimat klise untuk membela diri, atau justru mengukuhkan keterbatasan di dunia yang tak punya ruang bagi kelemahan. Kalimat untuk berlindung yang bisa jadi tamparan keras sekaligus bagian dari permainan.

Lagi-lagi aku tersengat. Mungkinkah aku terlalu sibuk berkutat dengan permainan dan segala aturannya? Sampai lupa bahwa sosok yang sedang bermain sesungguhnya tak butuh apa-apa lagi. Perempuan yang ada dalam dirinya sudah menjadikannya utuh. Ialah ibu tempat semesta bernaung. Dan ia tak tahu itu.

Berkutat dengan permainan itu melelahkan. Kau tak menggenggam apa pun selain kartu dan peran. Dan kemenanganmu cuma ilusi yang membuatmu girang sekejap.

Berkutat dengan permainan itu menyakitkan. Kau harus melupakan siapa dirimu untuk menjelma jadi tokoh yang kau mainkan. Kau kehilangan kesejatianmu karena kau kini salah satu dari jutaan manusia yang memainkan kartu yang sama. Demi sebuah skor. Demi kemenangan yang diakhiri perayaan dengan botol-botol minuman. Dan kekalahan yang ditutup dengan botol-botol yang sama. Menang atau kalah, sesungguhnya kau tak punya apa-apa.

Tenggorokanku tercekat. Mendadak liurku terasa pekat. Sudah berapa lama aku lupa? Puluhan tahun aku hidup, adakah aku tahu rasanya jadi perempuan sejati? Perempuan yang rahimnya menyimpan rahasia alam. Perempuan yang kidung batinnya menggetarkan jiwa hanya dengan menjadi.

Perempuan yang tercipta mulia.

Mengada tanpa upaya.

Ibunda semesta.

Aku ingin jadi perempuan.

2 Replies to “Perempuan”

  1. Komentar gw tadi pagi keapus ya… Oke, ini dia.

    Satu-satunya permainan yang relevan adalah bagaimana kita hidup mencapai tujuan keberadaan. Kalo situ mesti jadi perempuan kuat untuk mencapainya, ya biarlah.

    Orang, termasuk lelaki yang dewasa pemikiran ga ada masalah dengan konsep perempuan lugas. Mestinya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *