(Akhirnya) Bebas Lapar!

Aeroport, Mexico City, November 2010. Pagi jelang siang.

Saya mulai kelelahan menggeret koper dan ransel berisi laptop yang cukup berat. Udara yang dingin untuk ukuran orang Indonesia, kurang tidur dan perut kelaparan bukan kombinasi yang baik untuk memulai hari pertama di negaranya telenovela. Saya celingukan mencari restoran, cafe, foodcourt atau apa pun untuk sarapan sambil menunggu boarding untuk terbang ke tujuan berikutnya, Cancun.

Saya menghampiri seorang petugas kebersihan. Perempuan bermata ramah dengan tubuh agak gempal.

Excuse me, could you tell me where I can find the nearest restaurant?”

Ia tersenyum lebar. “Si!” (“Yes!”)

Naga-naga di perut saya seketika jumpalitan kegirangan…. sampai ia nyerocos dalam bahasa Spanyol yang sama sekali tidak saya pahami.

“Hoafsf jgpag sdhadhk ashdh sdgsa afgjgh adalgaehgp!”

I’m sorry, I don’t speak Spanish. Could you speak in English?”

“Kdfjt jwsro hajdfh jseohg sdgjaega asfhaw!” Tangannya menunjuk-nunjuk sebuah arah.

Okay, thank you.”

Saya mengikuti arah yang ia tunjuk. Beberapa puluh meter kemudian, tampak sebuah foodcourt. Fiuh! Akhirnya, sarapan!

Tidak lama kemudian, saya berdiri bengong di counter yang semua keterangannya ditulis dalam bahasa Spanyol. Perempuan di belakang kasir menunggu dengan tampang tidak sabar. Saya menunjuk gambar ayam goreng dan segera membayar. Setelah pesanan saya datang, saya makan dengan hati gembira …dan hampir menyemburkan suapan pertama yang baru masuk ke mulut.

MAMIIIH, INI AYAM APA GARAM?! Asiiiin! Tapi saya tidak punya waktu untuk mengganti sarapan. Ya sudahlah. Saya jejalkan keripik kentang ke mulut untuk menetralisir rasa asin.

Baru beberapa suapan, saya mendengar nomor pesawat saya dibacakan di pengeras suara. Para penumpang harus segera boarding, dan saya lupa lokasi gate-nya! Matik pangkat dua. Saya pun pergi dengan terburu-buru sampai nyaris kesandung koper sendiri. Bye-bye, breakfast.

Satu jam kemudian, saya sudah duduk anteng di dalam pesawat. Harapan untuk sarapan pun buyar karena ternyata pesawat tidak menyediakan makanan, kecuali sebungkus kecil crackers yang lagi-lagi asin kayak upil. (Saya pantang beli makanan di pesawat, by the way. Karena apa? Ya karena mahal! Hihihi.)

Sampai di Cancun, saya terpisah dengan rekan kerja saya dan naik taksi sendirian ke hotel… di mana nama saya dinyatakan belum terdaftar karena ada kesalahan administrasi. Saya tidak bisa masuk ke kamar dan terpaksa nangkring di lobby selama 2 jam, sibuk telepon, SMS dan e-mail sana-sini. Makan siang? Makhluk apa itu?

 

Pengalaman yang menyebabkan saya kelaparan itu tidak lantas membuat saya kapok. Seingat saya, berkali-kali saya kelaparan di perjalanan karena tidak membiasakan diri membawa cemilan/makanan apa pun setiap kali bepergian, dengan asumsi saya bisa menemukan tempat makan kapan pun, di mana-mana. Salah, Jenderal!

Tempat yang menjual makanan memang ada di mana-mana, tapi kelaparan di Ubud jam dua pagi sementara saya terlalu penakut untuk keluar kamar adalah situasi gawat darurat. Hujan deras bercampur angin kencang di Gili Trawangan yang berlangsung dari pagi sampai malam juga merupakan kondisi tak terduga yang bikin saya pengin menjedukkan kepala ke tembok. Kelaparan waktu traveling itu nggak enak, karena kondisi tubuh prima adalah salah satu syarat mutlak untuk traveling dengan nyaman. Kedinginan plus kelaparan jam lima pagi di Salatiga? Hohoho, silakan dicoba.

Kejadian berulang itu akhirnya, AKHIRNYA, membuat saya kapok karena berkali-kali masuk angin. Saya selalu menyediakan sebotol kecil air mineral dan roti di dalam tas. Tapi, kebiasaan sebagai perempuan slebor dan gedombrangan memang susah dihilangkan. Saya sering mendapati roti yang saya bawa benyek, hancur dengan isi mencelat ke mana-mana karena tertindih barang-barang yang seenaknya saya cemplungkan ke dalam tas. Entah sudah berapa banyak roti dan kue yang terpaksa masuk keranjang sampah gara-gara kesleboran saya.

Maafkan aku, Dewa Rezeki! :’(

 

Beberapa hari sebelum entry ini ditulis, saya mampir ke rumah seorang teman dan melihat sekotak cemilan di mejanya. FYI, kami punya hubungan simbiosis mutualisme, yang diterjemahkan secara bebas sebagai “makanan situ punya sini, makanan sini punya situ.”

Mulanya saya agak ragu, gara-garanya, saya pernah mencoba cemilan sejenis dan tidak suka, karena rasanya aneh. Tapi, teman saya meyakinkan, “Yang ini enak, Bo! Cobain dulu!”

Malam itu saya pulang dengan beberapa bungkus Fitbar di tas. Sampai di rumah, seperti biasa saya menyalakan komputer dan langsung sibuk sendiri. Lewat tengah malam, perut mulai krucuk-krucuk minta cemilan. Saya pun membuka sebungkus Fitbar dan mengendus-endus. Eh, aromanya manis, wangi kismis! Tes tahap satu lewat. Saya gigit sepotong kecil.

…….. ENAAAAAK!

Saya buru-buru mengambil ponsel dan mengirim SMS ke teman saya.

“Yang tadi lo kasih gue, enak!”

Balasannya masuk beberapa menit kemudian.

“Bener enak, kan! Gak percaya, sih!”

“Aseli. Besok minta lagi, ya!”

…….

MINTA MULU. BELI, JEEEEN.

Anyway.

Sejak hari itu, Fitbar selalu ada di tas saya. Dua-duanya, Nuts dan Fruits. Kurang maruk apa lagi, coba? Hey, don’t blame me, it’s healthy and tasty! 🙂

 Sejauh ini, Fitbar sudah menemani saya bekerja atau sekadar menjelajah internet di pagi buta, sepanjang perjalanan pulang-pergi (dan tentunya macet!) di dalam taksi, rumpi-rumpi cantik bareng teman, sampai diselundupkan ke dalam bioskop. Tak lupa, tentunya, pakai acara pamer ke pacar yang hobi meledek cemilan-cemilan saya sebagai “junk food nggak sehat penuh bahan kimia”. Ledekan pacar berhenti setelah saya tunjukkan cemilan favorit terbaru saya.

“Fitbar sehat, tauk! I can snack with no worry! Enak, lagi. Gak papa dong, aku ngemil yang ini?”

Hening sejenak. Waduh.

“Wah, boleh, tuh! Nanti kamu bawa banyakan ya, buat bekal kita hiking di Gunung Batur.”

*jeng jeng!* 🙂

Dan besok, tebak apa yang akan saya bawa untuk perjalanan pertama saya ke salah satu negara di EROPA? (Penggunaan huruf kapital di sini adalah sesuatu yang sangat disengaja.)

How can you not love something this good and easy to pack?

Seriously, you guys gotta try it. Cobain dulu, dan kalau memang suka, boleh banget bagi-bagi ke saya. Hihihi.

In the meantime, I have a suitcase to pack. Ciao! 😉

4 Replies to “(Akhirnya) Bebas Lapar!”

  1. wah kocak juga ternyata, fitbar toh, lagi ngetrend banget belakangan ini iklannya, ternyata mbak jeni pengkonsumsi fitbar jg hahah, enak tuh buat yg ga sempet sarapan 😀

Leave a Reply to claudeckenni Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *