Catatan dari Ubud: Berbagi Sehat untuk Hidup Lebih Baik

Satu tahun terakhir, saya tinggal di Ubud, Bali. Kota yang mendunia gara-gara film ‘Eat Pray Love’. Sesuai judulnya, tidak heran kalau kota ini menjadi salah satu pusat kuliner, tujuan pengembaraan spiritual (dengan menjamurnya studio yoga dan pelatihan spiritual), dan tentunya tempat orang mencari cinta. Syukur-syukur bisa ketempelan Javier Bardem KW 2. Ahem. Mari sejenak lupakan yang terakhir, karena saya percaya dengan pakem “Situ cuma bisa dapet Javier Bardem kalau situ Julia Roberts”.

Sekalipun saya tidak tertarik (belum tergerak?) mempelajari yoga, adalah menarik untuk mencermati gaya hidup yang menjadi bagian tak terpisahkan dari pengembaraan spiritual. Yep, apalagi kalau bukan gaya hidup bersih dan sehat. Di Ubud, terdapat sebuah gerakan berjudul Barefoot Movement. Sesuai dengan judulnya, gerakan ini mengusung khasiat penyembuhan dan kesehatan yang dicapai dengan cara berjalan kaki, setiap hari, tanpa alas kaki. Saya sering menjumpai praktisi Barefoot Movement di kafe, restoran, pinggir jalan, dan banyak lagi. Dengan percaya diri mereka berjalan ke mana-mana tanpa sandal atau sepatu. Di sisi lain, Barefoot Movement mustahil terwujud tanpa lingkungan yang cukup bersih. Saya, sih, ogah banget jalan kaki tanpa sandal di tempat yang penuh sampah, misalnya.

Yang menarik adalah, Ubud, sama seperti kebanyakan kota di Indonesia, bukanlah tempat yang bersih. Timbunan sampah di pinggir kali bukan pemandangan asing di sini. Namun dibandingkan kota-kota lain, saya berani berkata bahwa Ubud relatif lebih bersih. Lebih dari sekali, saya menjumpai kerumunan orang, yang sebagian terdiri dari ekspatriat, bergotong royong membersihkan lingkungan di hari Sabtu. Mereka mudah dikenali karena selalu berkelompok, membawa-bawa kantung sampah raksasa, memakai sarung tangan lateks, dan selalu banjir keringat (hihihi). Gerakan ini bernama The Big Ubud Clean Up. Mereka akan berkumpul di satu tempat, kemudian menyebar untuk memunguti sampah dan membersihkan lingkungan. Selesai kerja bakti, mereka akan berkumpul lagi—biasanya di sebuah restoran—untuk menikmati kopi yang disuguhkan si empunya restoran secara gratis. Bayangkan, satu restoran menyuplai kopi untuk puluhan orang yang bekerja bakti (saya, sih, berasumsi kopinya bukan kopi instan murahan, ya.) Orang Indonesia, ekspatriat, dan pemilik usaha setempat bahu-membahu menciptakan lingkungan yang lebih bersih dan sehat untuk ditinggali. Ini sangat menyentuh dan menginspirasi, walaupun saya harus mengakui, saya belum pernah ikutan. Bangun kesiangan terus. Hiks.

Lalu, saya dibuat terkesima dengan menjamurnya berbagai praktek kesehatan alternatif. Bukan, ‘alternatif’ yang dimaksud bukan dukun apalagi orang pintar (eh, sami mawon sih ya). Praktek kesehatan alternatif yang saya maksud adalah upaya memelihara kesehatan, mengeliminasi racun dari tubuh, dan menyembuhkan sakit penyakit dengan menjaga gaya hidup sehat yang bergantung pada sumber daya alam. Di Ubud setidaknya ada dua warung jus yang populer, yang menyediakan jasa delivery untuk para pelanggan. Jus ini bukan jus melon atau stroberi yang banyak dijual di restoran. Warung-warung jus ini menjual air kelapa segar, jus sayur, jamu, dan banyak lagi, yang semua bahannya seratus persen alami, tanpa campuran gula, apalagi pemanis buatan. Sebagai pengganti air mereka menggunakan air kelapa dan setiap botol yang dipakai sebagai wadah jus dicuci dengan air osmosis. Niat banget? Ohoho, belum selesai. Warung langganan saya dengan tidak tanggung-tanggung menghadirkan ‘promosi sehat’: setiap pembeli yang membawa botol sendiri akan mendapat diskon 5.000 rupiah. Sebotol air kelapa murni yang tadinya saya beli dengan harga 15.000 rupiah, kini bisa saya bawa pulang dengan membayar 10.000 saja. Saya bahkan bisa membawa botol yang belum sempat dicuci *uuups* dan mereka akan mencucikan dengan senang hati, sebelum diisi air kelapa.

Menjadi spiritual adalah pilihan, namun kebersihan dan kesehatan yang tak lepas dari kehidupan spiritual begitu kental dan merambah setiap sudut kota sehingga hampir mustahil tinggal di Ubud tanpa menjadi lebih sehat. Coba bayangkan, restoran favorit saya, yang belum lama ini berulangtahun ke-4, menghadiahkan SABUN CUCI TANGAN untuk setiap orang yang makan di sana pada hari itu. Bukan suvenir, bukan complimentary drink atau sebangsanya, tapi sabun. Kurang bersih dan sehat apalagi coba? Tidak heran jika orang-orang yang sempat menghabiskan waktu cukup lama di Ubud—bukan sekadar bertandang sebagai turis—merasa lebih bugar dan lebih bahagia.

Tulisan ini saya buat setelah melihat sebuah kompetisi yang bertajuk ‘Berbagi Sehat’, yang diselenggarakan Lifebuoy—merek legendaris yang tidak pernah absen dari kamar mandi waktu saya kecil—dan berpikir, alangkah cerdasnya konsep dan judul sayembara ini. Yang saya tahu, sejak dulu Lifebuoy telah aktif melakukan berbagai macam program dan kegiatan di berbagai daerah di Indonesia dengan satu tujuan: mendukung perilaku bersih dan sehat. Saya semakin kagum saat mengetahui bahwa Lifebuoy akan mewujudkan, tidak tanggung-tanggung, 5 ide berbagi sehat terbaik yang terkumpul melalui sayembara ini.

Semua hal yang saya ceritakan di atas berawal dari sebuah ide. Gagasan sederhana yang diwujudkan oleh orang-orang yang punya hati. Sebuah pemikiran yang bertransformasi menjadi tindakan nyata, bukti bahwa masih ada begitu banyak orang yang peduli. Dan kini, kita semua punya peluang yang lebih luas untuk mewujudkan ide-ide yang selama ini cuma tersimpan di kepala. Dengan mengirimkan ide ke sini : http://bit.ly/1nr52mm setiap orang punya kesempatan untuk menciptakan perubahan di lingkungan mereka masing-masing dan mengubah hidup mereka sendiri; menjadi lebih bersih, lebih sehat, dan tentunya lebih berbahagia. Bukankah itu yang terpenting?

Mari, berbagi. 🙂

2 Replies to “Catatan dari Ubud: Berbagi Sehat untuk Hidup Lebih Baik”

  1. di t4ku msh lmyn bersih, jd enak kalo jln2 ga pake sandal. belakang rmhku view nya gunung merbabu. blkg rmh lgsg sawah. udah lama ga ke bali. jd kangen..

  2. klo ditempatku masih cukup bersih tp rata rata jalan sdh di batako. cm klo utk pengalaman yang bawa botol dpt diskon blm pernah tuh pengalaman menarik sekali dan inspiratif buat di kota lain harusnya

Leave a Reply to Daiva Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *